Apa Kabar Kesehatan Mental, Kita?

By : Estrina Maya Laily N

Konselor Psikologi Balai PKP

 

there is no health without mental health

Barangkali diantara kita sudah sering mendengar jargon dari World Health Organisation (WHO) di atas. Ia banyak digemakan pada bulan Oktober ini. Bulan yang tiap tanggal 10 diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Dunia. Dengan jargon tersebut, WHO ingin menyebarkan virus pemahaman baru bahwa kesehatan itu bersifat menyeluruh sehingga kesehatan mental perlu dipandang sebagai sesuatu yang sama pentingnya seperti kesehatan fisik.

Pada peringatan hari Kesehatan mental dunia tahun ini, World Health Organisation (WHO) mengangkat tema “Mental health care for all: let’s make it a reality“, atau kesehatan mental untuk semua: bersama kita dapat mewujudkannya.  Mewujudkan kesadaran akan urgensi Kesehatan mental secara bersama-sama. Konsep mewujudkan menjadi abu-abu saat kita belum mengetahui apa yang sebenarnya ingin kita wujudkan . Jadi, ayuk kita coba melihat dulu apa sih sebenarnya Kesehatan mental itu?

Seseorang dikatakan berada dalam kondisi mental yang sehat ketika ia dapat merasa tenteram dan tenang, sehingga memungkinkan untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain (Kemenkes, 2018). Sementara menurut WHO, sehat mental didefinisikan sebagai suatu kondisi sehat yang utuh dan seimbang, baik secara fisik, kognitif, emosional maupun sosial.

Berikut kriterianya :

  1. mampu mengenali dan menerima kelebihan maupun keterbatasan diri.
  2. mampu menghadapi stress atau masalah-masalah dalam kesehariannya,
  3. mampu mengambil keputusan,
  4. mampu mengelola emosi dan ekspektasinya,
  5. mampu beradaptasi, terhubung dengan lingkungan
  6. dapat menikmati waktu bersama keluarga, teman, lingkungan.

Definisi tersebut membuat kesehatan mental memiliki cakupan yang lebih luas dari sekedar lawan kata gangguan mental.  Meskipun pada kenyataannya, masih banyak stigma negatif yang dikaitkan dengan permasalahan kesehatan mental seperti manusia yang lemah, pencari perhatian, berlebihan, terlalu baper, bahkan kurang iman. Stigma ini seringkali membuat individu merasa malu dan cemas dengan tatapan diskriminatif masyarakat sehingga berusaha menutupi kondisi yang sebenernya dialami dan memilih untuk tidak mencari bantuan. Setelah mengetahui kondisi ini, kita sebagai bagian dari lingkungan, sangat bisa menjadi sumber dukungan untuk menjaga kesehatan mental orang lain dengan tidak menghakimi apa yang dirasakannya, tidak turut melabel negatif ataupun menjauhi. Kita juga dapat meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhannya.

Apakabar Kesehatan mental kita?. Sekarang saatnya melakukan self-check up karena sehat mental dimulai dari menyadari kondisi diri sendiri. Beberapa gejala di bawah ini dapat menjadi  “red flag” dalam kesehatan mental  :

  1. Merasa sedih dan mempunyai perasaan tidak berharga yang berkepanjangan
  2. Merasa mudah lelah
  3. Memiliki gangguan tidur (sulit tidur atau jam tidur terlalu panjang)
  4. Perubahan pola makan (terlalu banyak makan atau nafsu makan menurun)
  5. Merasa kehilangan minat untuk melakukan rutinitas harian (bekerja/belajar/tugas rumah)
  6. Memiliki pemikiran untuk melukai diri
  7. Mengurung diri di kamar dan menarik diri dari hubungan sosial
  8. Mudah tersinggung dan marah, mudah menangis tanpa alasan yang jelas
  9. Sulit berkonsentrasi, berpikir, dan mengambil keputusan

Gejala-gejala di atas menjadi alarm agar kita mengambil jeda untuk beristirahat. Namun saat gejala ini dirasakan lebih dari satu minggu, maka jangan sungkan mencari bantuan professional Psikolog atau Psikiater. Mencari bantuan tidak menandakanmu lemah.

Kamu juga dapat meluncur ke laman balaipkp.jogjaprov.go.id untuk mendapatkan layanan konseling elektronik “Eling Kaesthi” setiap hari Selasa dan Kamis.

Berbagi dan saling menguat bersama, yuk! (may)

 

Referensi :